Kamis, 16 Februari 2012

Tempat Itu Bernama Jakarta




        
Sepertinya aku masih membayangkan keinginanku untuk pergi ke suatu tempat beberapa tahun yang lalu. Ketika itu pertama kalinya meninggalkan pulau jawa untuk sekedar menengok eloknya pulau dewata. Lamanya perjalanan ditempuh, hanya untuk sekedar berhenti sejenak dibeberapa tempat wisata.


       Beriring bus wisata mengantar menuju Sangeh, Pantai Sanur, Pantai Kuta, Kintamani, Bedugul, Pasar kesenian dan beberapa objek wisata lain. Semua objek wisata pun tidak terlalu dinikmati, walau pun untuk pertamakalinya ke sana. Lebih tertarik ketika berada di atas sebuah kapal penyeberangan dari pelabuhan Ketapang menuju pelabuhan Gilimanuk. Saat itu masih menggunakan kamera tustel "roll-film" untuk mendokumentasikan liburan. Pertamakalinya pegang kamera untuk sekedar foto sana-sini....dengan hasinya adalah album foto laut..ha ha ha tapi kenyataannya memang begitu, aku hanya memotret laut.

       Setelah berlanjut ke jenjang pendidikan lebih tinggi, setara dengan pendidikan yang baru-baru ini sedang naik daun dengan karya rakitan-rakitan, aku mulai mengenal kamera digital untuk selanjutnya  dijadikan teman jalan-jalan. Walau belum mempunyai SIM  sepertinya aku sering terhindar dari "jebakan-jebakan" tilangan/mokmen polisi dan mulai mengenal kata "tersesat". Pernah tersesat sampai tambang pasir dan berbai tempat lainnya seperti halaman rumah orang dan hutan. Dua rekor ter-favoritku adalah saat  Sekolah Dasar tersesat sampai depan kuburan dan ketika mengikuti jalan di sawah yang ternyata masuk ke peternakan sapi.

        Hobi jalan-jalan ini berlanjut pada keinginan liburan ke ibu kota Indonesia. Keinginanku pun hampir terwujud saat ada rencana liburan sekolah ke luar kota. Namun apa daya, banyak peminatnya memilih Bali sebagai tujuan wisata. Aku pun mengurungkan niat untuk mengikuti liburan, lebih memilih liburan di rumah.
 Mulai saat itu aku sering muter-muter kota bantul tercinta, terutama berkunjung ke pantai Pandan Sari. Pantainya dekat dengan rumah dengan pemandangan Sunrise dan Sunsetnya lumayan bagus.

       Berganti '2 tahun' untuk memasuki jenjang perguruan di luar kota nan jauh di Solo. Walaupun bukan pilihan utama, tetapi pada kenyataannya aku mendapatkan cerita dari sini. Masuk sebagai Maru (Mahasiswa Baru) yang gemar melakukan aksi demo, aku mulai mengenal orang-orang asing. Menjadi seseorang yang jauh dari peradaban "tempat tinggal" aku aktif mengikuti seminar-seminar dan mendaftar diberbagai UKM di Kampus.

      Jalan pertama yang nyatanya menjadi batu loncatan untuk membuka pintu gerbang keinginanku. Sebuah organisasi pecinta alam dengan berbagai kegiatan dan proses di dalamya. Aku mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Ibu Kota dalam rangka kegiatan Lomba "Orienteering" (lomba olahraga ala bajak laut mencari harta karun) di universitas Muhammadiyah Jakarta dengan arena lomba di kaki gunung Salak, Bogor. yang belum tahu orienteering sumonggo di klik saja.

        Kesempatan berikutnya datang berturut-turut saat aku tergabung dalam klub fotografi. Di mulai dengan kegiatan kurasi foto untuk pameran tahunan dan workshop fotografi yang memberi kesempatan beberapa kali berkunjung ke Ibu Kota : Monas, Pasar Baru, Kota Tua, Museum Bahari, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan beberapa tempat di sekitarnya. Mungkin kapan-kapan aku bisa berkeliling unutk menjelajah Ibu Kota dengan sepeda motor (teman setia yang menemani aku jalan-jalan) kekekekekek.....untuk si Kamera dan Motor akan saya ceritakan di edisi 4 Hari di Kampung Laut.

For Bonus cerita :











Di Delok Terusane (Enek Foto-Fotone Lho)...

Rabu, 08 Februari 2012

Muara Bengawan Solo Purba (Pantai Sadeng)

Menurut informasi yang saya dapatkan, sekitar 4 juta tahun yang lalu Sungai Bengawan Solo "Purba" masih bermuara di laut selatan. Setelah terjadi proses geologis, daerah yang dulunya lautan itu sekarang menjadi pegunungan kapur. Satu-satunya kawasan di Yogyakarta yang mempunyai pantai berpasir putih... ya Gunung Kidul. 
Aku mau berbagi cerita dari "bekas" muara sungai Begawan Solo "Purba" yang terletak di Desa Songbanyu dan Desa Pucung Kecamatan Girisubo berjarak sekitar 46 KM dari kota Wonosari. Alur itu membelah pegunungan kapur, dan kini dijadikan lahan pertanian. ya...kawasan muara sungai Bengawan Solo "Purba" kini menjadi pantai dengan nama Pantai Sadeng. Dikenal karena pelabuhannya yang memang menjadi pemasok ikan untuk kawasan Jogja.







 

Pantai Sadeng terletak diujung timur Gunung Kidul, berbatasan dengan Pracimantoro, Wonogiri yang masuk Provinsi Jawa Tengah.  Aku sendiri berkunjung ke Sadeng karena salah info saat akan motret acara larung di pantai Baron dan pantai Kukup. Dari rumah pukul 05.00 pagi (27 November '11)  langsung ngebuuut menuju pantai Baron, 1,5 jam perjalanan dan ternyata warga sudah beres-beres. Bapak-bapak menjelaskan larungan sudah diadakan pada 26 November '11 sore, dan malamnya digelar wayangan. Karena sudah sampai, apa boleh buat....aku melanjutkan ke pantai Kukup. Sebenarnya saya sudah pernah mengunjungi sebagian besar pantai di Gunung Kidul seperti : Wediombo, Siung, Sepanjang, Drini, Krakal, Indrayanti, Sundak, dan Ngobaran. Namun, pada hari itu saya niatkan mengunjungi pantai paling timur yaitu Pantai Sadeng. 

Menempuh perjalanan 1 jam kemudian, aku tiba di sebuah tanjakan " Bengawan Solo 'Purba' ". Terlihat alur berkelok-kelok dan hilang di balik pegunungan kapur. Aku melihat kakek tua sedang berjalan membawa kayu dan arit (clurit), segeralah aku hampiri untuk memberi tumpangan. Kebetulan sekali kakek tersebut mempunyai ladang di dekat pantai Sadeng. Aku pun memaksa kakek itu untuk naik motor, akhirnya dengan tubuh gemetar dia naik sambil membuang kayu yang pakai untuk memikul bekal. Ternyata kakek itu trauma akibat pernah jatuh dari motor, terpaksalah aku bawakan. Sesampai di ladang kakek itu berpesan kalau nanti aku balik, mampir ke ladang mau dikasih  kelapa muda. Wah...kesempatan wkwkwkwk tapi aku segera menuju pelabuahan.

Di Pantai Sadeng belum ada aktivitas, hanya beberapa nelayan sedang membongkar kapal yang sudah rusak. Aku harus menunggu sampai pukul 11.00 untuk melihat kegiatan bongkar ikan dan lelangan. Sambil menunggu aku kembali ke sebuah ladang dan dapatlah 3 kelapa muda sueeeegeeer...Gratis...langsung dari pohonnya..wkwkwk

 Ketika kapal datang dari laut, nelayan langsung naik ke daratan, sedangkan beberapa orang naik ke kapal untuk packing ikan sebeleum lelangan. Para pembongkar itu pun dapat jatah ikan, tak terkecuali saya, lumayan dikasih 2 ikan tuna yang gedhe...gedhe....wkwkwkkw. Untuk bongkar ikan, kapal yang sudah merapat dibawa lagi ke tengah pelabuhan sambil membawa basket (tempat ikan), ada juga nelayan kecil menghampiri minta ikan untuk umpan melaut. Tapi ada juga beberapa warga yang minta untuk sekedar dijadikan lauk (padahal yang diambil ikan tuna gedhee... berikut ceritanya :


















Di Delok Terusane (Enek Foto-Fotone Lho)...

Senin, 06 Februari 2012

UANG IS DUWIT

"Ini jualan untuk mengisi waktu nglamun, sekalian menyimpan bukti-bukti sejarah"...adalah seorang penjual yang berada di belakang SPBU Ledoksari "JEBRES". Seorang bapak dengan panggilan Slamet ini sudah berdagang sekitar 6 tahun. Barang dagangannya berupa barang-barang kuno terutama uang-uang yang dulunya pernah beredar di Indonesia. Saya sempat ditunjukkan uang logam yang katanya ada pada jaman Kerajaan Majapahit.

Uang-uang tersebut dia dapatkan dari orang-orang yang "berniat menjual". Pak Slamet tidak pernah mencari untuk membeli uang-uang kuno, katanya kalau mencari sendiri harganya bisa lebih mahal. Ketika saya tanyakan, pecahan Rp 5,- dijual dengan harga Rp 5.000,-. Harga tertinggi pada uang bergambar Ayam Jago, yang tidak lain adalah uang pada jaman kerajaan Majapahit. Sekedar berbagi saja beberapa uang yang pernah tersebar di Indonesia........



Uang Rp 1,-
VOC
Uang Receh Majapahit (tampak depan)
Uang Receh Majapahit (tampak belakang)















 










Di Delok Terusane (Enek Foto-Fotone Lho)...
hostgator coupons